Pages

Blogger news

Kamis, 11 Juli 2013

TUGAS DAKWAH MULTIMEDIA

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna. Makhuk yang diciptakan oleh Allah SWT untuk merawat, menjaga serta menyayngi dan mengasihi sesama makhluk Tuhan. Awal penciptaannya mengakibatkan kecemburuan bagi makhluk yang diciptakan Allah terlebih dahulu, seperti iblis. Sehingga ia menjerumuskan manusia (Adam) untuk melanggar anjuran dari Allah. Dan akhirnya ia diusir dari indahnya surga.
Hingga sekarang sikap dan tindak tanduk manusia tetap dibayang-bayangi oleh iblis dan sekawanannya. Termasuk kesombongan dan kencongkakan manusia sekarang ini. Bahkan iblis mampu menutup mata manusia.bahkan setan akan tetawa lebar jika semua rencananya mengajak manusia untuk menemaninya terjun ke neraka berhasil.
Kesombongan bukan lah sikap gaul kita. Karena kesombongan tersebut mampu menjerumuskan kita kedalam pesta iblis. Jika kita mampu mengendalikan sikap kita maka kita mampu memilih jalan mana yang mengarahkan kita menuju jalan Tuhan bukan Pesta Iblis.
Seperti yang tertuang dalam Qs, Luqman ayat 18
Ÿ 
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa Allah tidak menyukai hambanya yang bersikap sombong serta membanggakan diri sendiri. Memiliki benda yang memiliki kecanggihan dan multiguna bukanlah hal yang patut dibanggakan karena benda tersebut nantinya tidak akan kita gunakan di akhirat nanti. Hanya amal dan perbuatan yang baiklah yang mampu menjadi bekal kita di alam akhirat kita. Saat berjumpa dengan Rabb kita Allah SWT.
Semoga, kisah ini mampu menjadi renungan kita semua dalam melakukan perbuatan dan bersikap setiap harinya. Amin.. amin ya Rabbal ‘Alamin.

Rabu, 10 Juli 2013

http://quwaisy-collection.blogspot.com/

Jiwa Seorang Mujahid


JIWA SEORANG MUJAHID[1]

Abul Hidayat Saerojie

I.                  Memposisikan Diri Sebagai Mujahid.
Sebgai Amir, dai, Mujahid atau Murabi hidup baginya adalah berjuang meninggikan kalimah Allah, menyeru agar manusia menyembah Allah tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun. Melaksakan perintah Nya dan meninggalkan larangan Nya. Menyeru kaum muslimin agar kembali kepada system Jamaah Imaamah mengikuti jejak Kenabian atau Khilafah ala minhajin nubuwwah.
Perjuangan menegakkan tauhid dan terwujudnya tatanan masyarakat muslimin yang terpimpin sebagaimana pernah di contohkan dan dipraktekkan para Nabi dan umatnya banyak menghadapi berbagai ujian dan tantangan.
 Sejarah masa lalu memang enak di dengar dan dikenang kisahnya bagi generasi penerusnya, tapi pahit bagi pelakunya. Karena pada saat pelaku sejarah mengalami berbagai kendala dan ujian berat menimpanya dia tidak tahu apa yang akan terjadi dan yang akan menimpa dirinya. Ditambah lagi dengan sifat manusia yang gampang berkeluh kesah dan ingin cepat selesai ketika masalah melilit dirinya. Belum lagi godaan yang datang dari kanan kiri muka dan belakang, bisikan-bisikan syetan yang selalu membayang-bayangi dengan bayangan-bayangan buruk dan kesulitan-kesulitan. Tidak heran jika para pejuang di jalan Allah banyak yang jatuh bangun kehilangan istiqamah bahkan gugur ditengah jalan tak sampai pada tujuan.
Pengakuan dan ungkapan kata-kata saja tidak cukup. Iman yang kokoh disertai istiqamah menjadi syarat utama. Disamping itu juga diperlukan kesungguhan dan kesabaran tinggi. Diantara ujian yang paling berat bagi para Mujahid Da’wah, para Amir, para Murabi adalah ujian yang datang dari pikirannya sendiri.
Tidak jarang terjadi bahkan seolah-olah menjadi suatu keharusan bagi penegak sunnah harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak menyukai, kemudian berubah menjadi benci dan memusuhi, terkadang menggunakan segala cara untuk melampiaskan kebenciannya.
Mereka memfitnah, mengadu domba dan tidak segan-segan untuk mencelakakan para Mujahid Da’wah penegak sunnah.
Ujian yang lebih berat adalah ujian yang datang dari pikirannya sendiri berupa bisikan hati dan pertarungan batin antara tanggung jawab sebagai mujahid yang dituntut serius dan konsentrasi sehingga dia terikat di jalan Allah (ukhsiru fie sabilillah) di satu sisi, dan tuntutan ekonomi dan godaan dunia disisi lain.
Ikhlas satu kata yang mudah diucapkan tetapi pada prakteknya tidak semudah mengatakannya, apalagi jika kita memposisikan diri sebagai mujahid. Ikhlas merupakan hasil pertarungan antara syahwat dan iman. Disini terletak puncak kemuliaan dan sekaligus syarat mutlak bagi seorang Mujahid da’wah, Amir atau seorang Murabi. Dihadapan Allah kelak pada hari kiyamat, hati kita akan dibedah,adakah ikhlas didalam setiap amal kita?
Diantara penyakit para Mujahid Da’wah, Amir atau Murabi yang menjadi kendala perjuangan adalah sifat tergesa-gesa, ingin cepat sampai dan kurang sabar mengikuti proses, berhenti ditengah jalan tidak sampai pada tujuan. Tidak kalah dahsyatnya adalah penyakit hati seperti ananiyah, egois dan popularitas. Gemar dipuji suka mencela. Merasa diri terbaik dan tidak suka melihat kelebihan orang lain. Gampang janji mudah lupa, Emosional dan sensitip mudah tersinggung. Nggumunan dan kagetan akibatnya terhadap banyak hal menjadi kurang objektif, bahkan cendrung “otoriter”. Jika sedang senang berlebihan tanpa reserve, tapi manakala benci diapun berlebihan. Sikap seperti ini bisa merubah simpati  menjadi anti pati.
Al insafu min nafsih, adalah  munculnya kesadaran diri yang mutlak diperlukan. Kesadaran diri ini akan timbul bila ada kejernihan hati dan kepekaan radar iman. Kita akan menjadi tahu tentang kekurangan diri dan tahu apa yang sedang terjadi pergolakan didalam  hatinya.
Berkata dan bertindak arif dan bijak menjadi suatu keharusan bagi seorang Amir, Dai atau seorang Murabi. Demikian pula ketepatan diagnose dan analisa terhadap persoalan yang timbul pada umat yang dia pimpin. Layaknya bagai seorang dokter, ketepatan diagnose sangat berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit pasien. Sebaliknya jika salah diagnose akan salah pula resep yang dibuat dan salah pula obat yang diberikan, bukan kesembuhan tetapi bertambah pula penyakitnya bahkan bisa mati karenanya. Empan papan atau tepat guna dalam menyampaikan atau memberi keputusan dan pengarahan menjadi suatu keharusan.
Dalam teory pidato yang teory ini bisa dipergunakan juga dalam pergaulan, bisnis, kepemmpinan dan lain-lainnya yang berhubungan erat dengan manusia. Yaitu 5 W ;
1.     Who siapa yang di hadapi, artinya kita harus mengenal lebih dulu objeck da’wah atau mad’u bagi seorang dai atau murabi, atau umat bagi seorang umara.
2.     What apa, maksudnya materi apa yang pas kita sampaikan atau kita berikan.
3.     Why bagaimana metode yang tepat sesuai dengan kapasitas dan kemampuan umat atau mad’u.
4.     When kapan moment yang tepat untuk menyampaikannya pesan pembinaan dan pengarahan.
5.     Where dimana tempat yang tepat untk menympaikannya.
Untuk menjadi arif bagi seorang Dai, Amir  atau Murabi memang harus melewati proses pematangan dari berbagai peristiwa dan pengalaman dilapangan, tetapi yang penting kita bisa belajar dari orang atau  belajar dari berbagai fenomena dan peristiwa yang dialami. Wallahu a’lam.
                                      
II.               HAKEKAT SEORANG AMIR
·        Hakekat seorang Amir adalah  seorang Pemimpin (informal leader)  juga seorang Mujahid, dan seorang Murabi. Keberadaannya ditengah-tengah umat, menjadi contoh teladan yang dituntut mampu memberi warna dan arah  (shibghah dan wijhah). Mampu memprodusir dan memancarkan pengaruh terhadap orang yang dipimpin (umat), sehingga mereka bersedia (willing) untuk merubah pikiran, pandangan, sikap dan prilaku sesuai dengan misi dan tujuan yang hendak dicapai.
·        Kepemimpinan ini dipandang sebagai bentuk persuasi, suatu seni dalam memberi bimbingan dan pembinaan melalui human relations dan motivasi yang tepat.
·        Karenanya diperlukan Aqidah dan kepribadian yang  memiliki jiwa ta’abud  ilallah, mukhlisiina lahuddin. Bukan berangkat karena motivasi ekonomi, pangkat dan jabatan, bukan pula karena personal interest dan pendapatan.

III. YANG MENJADI KENDALA TERCAPAINYA TUJUAN YANG HENDAK DICAPAI
·        Lemahnya Iman dan penghayatan terhadap arti dan tanggung jawab sebagai seorang Amir, Dai atau Murabi.
·        Lemahnya mental terhadap pengaruh pola hidup materalisme dan hedonisme.
·        Lemahnya penghayatan terhadap misi dan visi yang telah ditetapkan.

IV.           SIFAT-SIFAT UTAMA PENOPANG KEBERHASILAN TUGAS PARA UMARA, .DAI ATAU MURABI

·        Mengerti dan memahami aqidah dan nilai-nilai akhlaqul karimah serta visi dan misi yang menjadi tujuan.
·        Dapat menempatkan diri ditengah-tengah umat.
·        Memiliki daya ta’tsir (mempengaruhi) dan kemampuan memikat hati /simpatik.
·        Memiliki seni dan tehnik kepemimpinan dan methode yang tepat.
·        Memiliki kelebihan dan daya tarik secara phisik, psykhis, sparitual maupun daya pikir.
·        Memiliki kepribadian (rijalul Mu’min)
“ Faqdu asy syai laa yu’thihi “ orang yang tidak memiliki tidak akan dapat memberi.
·        Memiliki kunci.
Ada ungkapan “ Siapa yang tidak memiliki kunci dia tidak akan bisa masuk”
·        Faktor kematangan jiwa, pengalaman dan kemampuan analisa terhadap suatu masalah.
·        Memiliki sympati dan empati, sehingga seorang Amir, Dai atau Murabi selalu hidup di hati umat.
·        Berlaku bagai seorang Dokter. Mampu mendianoksa masalah  dan memberi terapi tepat.
·        Memahami bahasa hati (tanggap dan memiliki kepekaan social) ada ungkapan “ Bahasa lisan sampai ketelinga bahasa hati menggugah jiwa”

V.  SEBAB-SEBAB KEGAGALAN SEORANG AMIR. DAI ATAU MURABI.
              1.  Terlalu menekankan Kewibawaan.
-  Pressur power dan miss used authority ( tekanan dan penyalah gunaan kekuasaan )
-  Selalu mengiklankan diri sebagai Amir, Dai atau Murabi. mestinya tunjukkan diri dengan sympatic, penuh pengertiaan, kejujuran dan kemampuan.Bukan hanya menebar pernyataan tetapi menjadi kenyataan.
2.  Mementingkan diri sendiri.
-  Banyak menuntut hormat tetapi tidak banyak berbuat memberi  pelayanan terhadap umat.
-   Mengorbankan Umat demi keberhasilan dan kebesaran namanya.
3.  Tidak dapat dipercaya janjinya.
-   Mudah janji tapi tidak ditepati.
-   Sering lupa pada status diri sebagai seorang pemimpin umat.
4.  Lemah dalam pengendalian diri (self control)
-   Mudah marah sulit redanya.
-   Emosional tidak rasional.
-   Egoist dan mau menang sendiri.
-   Menganggap kritik sebagai ancaman.
5. Takut mendapat saingan.
-   Cemas terhadap kemajuan dan berkembangnya potensi staf / umat yang dipimpin
-   Bakhil dan menyembunyikan keahlian / ilmu.
6. Kurang memiliki daya imajinasi.
-   Stagnasi dari inovasi.
-   Kurang inisiatif dan keatif.
-    Gampang panic dan bingung menghadapi permasalahan.

7. Minder dan kurang percaya diri.
- Sering mengeluh dan menonjolkan kelemahan dan kekurangan diri.
-    Pesimis dan kurang optimis.
- Tertutup sehingga menghambat komunikasi dan interaksi positif.

VI. KEKUATAN RUHIYAH (SPIRITUAL) BAGI SEORANG AMIR.

Kekuatan pribadi seorang Amir, Mujahid atau Murabi terletak  pada;
kekuatan ruhiyah (spiritual) tidak semata-mata mengandalkan kekuatan Ilmu (knowledge), material force (kekuatan harta atau physical force (kekuatan pisik)

Wallahu ‘alam bishshawab.
Cileungsi awal Dzul Qo’dah 1431 H/ Madya Oktober 2010 M


[1] Disampaikan dalam Tadrib Umara’ Niyabah Semarang, 4 Mei 2013.