JIWA
SEORANG MUJAHID
Abul Hidayat Saerojie
I.
Memposisikan Diri Sebagai Mujahid.
Sebgai Amir, dai, Mujahid atau
Murabi hidup baginya adalah berjuang meninggikan kalimah Allah, menyeru agar
manusia menyembah Allah tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun.
Melaksakan perintah Nya dan meninggalkan larangan Nya. Menyeru kaum muslimin
agar kembali kepada system Jamaah Imaamah mengikuti jejak Kenabian atau
Khilafah ala minhajin nubuwwah.
Perjuangan menegakkan tauhid dan
terwujudnya tatanan masyarakat muslimin yang terpimpin sebagaimana pernah di
contohkan dan dipraktekkan para Nabi dan umatnya banyak menghadapi berbagai ujian
dan tantangan.
Sejarah masa lalu memang enak di dengar dan
dikenang kisahnya bagi generasi penerusnya, tapi pahit bagi pelakunya. Karena
pada saat pelaku sejarah mengalami berbagai kendala dan ujian berat menimpanya
dia tidak tahu apa yang akan terjadi dan yang akan menimpa dirinya. Ditambah
lagi dengan sifat manusia yang gampang berkeluh kesah dan ingin cepat selesai
ketika masalah melilit dirinya. Belum lagi godaan yang datang dari kanan kiri
muka dan belakang, bisikan-bisikan syetan yang selalu membayang-bayangi dengan
bayangan-bayangan buruk dan kesulitan-kesulitan. Tidak heran jika para pejuang
di jalan Allah banyak yang jatuh bangun kehilangan istiqamah bahkan gugur ditengah
jalan tak sampai pada tujuan.
Pengakuan dan ungkapan kata-kata
saja tidak cukup. Iman yang kokoh disertai istiqamah menjadi syarat utama.
Disamping itu juga diperlukan kesungguhan dan kesabaran tinggi. Diantara ujian
yang paling berat bagi para Mujahid Da’wah, para Amir, para Murabi adalah ujian
yang datang dari pikirannya sendiri.
Tidak jarang terjadi bahkan
seolah-olah menjadi suatu keharusan bagi penegak sunnah harus berhadapan dengan
orang-orang yang tidak menyukai, kemudian berubah menjadi benci dan memusuhi,
terkadang menggunakan segala cara untuk melampiaskan kebenciannya.
Mereka memfitnah, mengadu domba dan
tidak segan-segan untuk mencelakakan para Mujahid Da’wah penegak sunnah.
Ujian yang lebih berat adalah ujian yang
datang dari pikirannya sendiri berupa bisikan hati dan pertarungan batin antara
tanggung jawab sebagai mujahid yang dituntut serius dan konsentrasi sehingga
dia terikat di jalan Allah (ukhsiru fie sabilillah) di satu sisi, dan tuntutan
ekonomi dan godaan dunia disisi lain.
Ikhlas satu kata yang mudah
diucapkan tetapi pada prakteknya tidak semudah mengatakannya, apalagi jika kita
memposisikan diri sebagai mujahid. Ikhlas merupakan hasil pertarungan antara
syahwat dan iman. Disini terletak puncak kemuliaan dan sekaligus syarat mutlak
bagi seorang Mujahid da’wah, Amir atau seorang Murabi. Dihadapan Allah kelak pada
hari kiyamat, hati kita akan dibedah,adakah ikhlas didalam setiap amal kita?
Diantara penyakit para Mujahid
Da’wah, Amir atau Murabi yang menjadi kendala perjuangan adalah
sifat tergesa-gesa, ingin cepat sampai dan kurang sabar mengikuti proses,
berhenti ditengah jalan tidak sampai pada tujuan. Tidak kalah dahsyatnya adalah
penyakit hati seperti ananiyah, egois dan popularitas. Gemar
dipuji suka mencela. Merasa diri terbaik dan tidak suka melihat kelebihan orang
lain. Gampang janji mudah lupa, Emosional dan sensitip mudah tersinggung. Nggumunan
dan kagetan akibatnya terhadap banyak hal menjadi kurang objektif,
bahkan cendrung “otoriter”. Jika sedang senang berlebihan tanpa reserve, tapi
manakala benci diapun berlebihan. Sikap seperti ini bisa merubah simpati menjadi anti pati.
Al insafu min nafsih, adalah munculnya kesadaran diri yang mutlak
diperlukan. Kesadaran diri ini akan timbul bila ada kejernihan hati dan
kepekaan radar iman. Kita akan menjadi tahu tentang kekurangan diri dan tahu apa
yang sedang terjadi pergolakan didalam hatinya.
Berkata dan bertindak arif dan bijak
menjadi suatu keharusan bagi seorang Amir, Dai atau seorang Murabi. Demikian
pula ketepatan diagnose dan analisa terhadap persoalan yang timbul pada umat
yang dia pimpin. Layaknya bagai seorang dokter, ketepatan diagnose sangat
berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit pasien. Sebaliknya jika salah diagnose
akan salah pula resep yang dibuat dan salah pula obat yang diberikan, bukan
kesembuhan tetapi bertambah pula penyakitnya bahkan bisa mati karenanya. Empan
papan atau tepat guna dalam menyampaikan atau memberi keputusan dan
pengarahan menjadi suatu keharusan.
Dalam teory pidato yang teory ini
bisa dipergunakan juga dalam pergaulan, bisnis, kepemmpinan dan lain-lainnya
yang berhubungan erat dengan manusia. Yaitu 5 W ;
1.
Who siapa yang di hadapi, artinya kita harus mengenal lebih dulu
objeck da’wah atau mad’u bagi seorang dai atau murabi, atau umat bagi seorang
umara.
2.
What apa, maksudnya materi apa yang pas kita sampaikan atau kita
berikan.
3.
Why bagaimana metode yang tepat sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan umat atau mad’u.
4.
When kapan moment yang tepat untuk menyampaikannya pesan pembinaan
dan pengarahan.
5.
Where dimana tempat yang tepat untk menympaikannya.
Untuk menjadi arif bagi seorang Dai,
Amir atau Murabi memang harus melewati proses
pematangan dari berbagai peristiwa dan pengalaman dilapangan, tetapi yang
penting kita bisa belajar dari orang atau belajar dari berbagai fenomena dan peristiwa
yang dialami. Wallahu a’lam.
II.
HAKEKAT SEORANG AMIR
·
Hakekat seorang Amir adalah
seorang Pemimpin (informal leader) juga seorang Mujahid, dan seorang
Murabi. Keberadaannya ditengah-tengah umat, menjadi contoh teladan yang
dituntut mampu memberi warna dan arah (shibghah
dan wijhah). Mampu memprodusir dan memancarkan pengaruh terhadap orang yang
dipimpin (umat), sehingga mereka bersedia (willing) untuk merubah pikiran,
pandangan, sikap dan prilaku sesuai dengan misi dan tujuan yang hendak dicapai.
·
Kepemimpinan ini dipandang sebagai bentuk persuasi, suatu
seni dalam memberi bimbingan dan pembinaan melalui human relations dan motivasi
yang tepat.
·
Karenanya diperlukan Aqidah dan kepribadian yang memiliki jiwa ta’abud ilallah, mukhlisiina lahuddin.
Bukan berangkat karena motivasi ekonomi, pangkat dan jabatan, bukan pula karena
personal interest dan pendapatan.
III. YANG MENJADI KENDALA TERCAPAINYA TUJUAN YANG
HENDAK DICAPAI
·
Lemahnya Iman dan penghayatan terhadap arti dan tanggung jawab
sebagai seorang Amir, Dai atau Murabi.
·
Lemahnya mental terhadap pengaruh pola hidup materalisme dan
hedonisme.
·
Lemahnya penghayatan terhadap misi dan visi yang telah ditetapkan.
IV.
SIFAT-SIFAT UTAMA PENOPANG KEBERHASILAN TUGAS PARA UMARA, .DAI ATAU
MURABI
·
Mengerti dan memahami aqidah dan nilai-nilai akhlaqul karimah serta
visi dan misi yang menjadi tujuan.
·
Dapat menempatkan diri ditengah-tengah umat.
·
Memiliki daya ta’tsir (mempengaruhi) dan kemampuan memikat hati
/simpatik.
·
Memiliki seni dan tehnik kepemimpinan dan methode yang tepat.
·
Memiliki kelebihan dan daya tarik secara phisik, psykhis, sparitual
maupun daya pikir.
·
Memiliki kepribadian (rijalul Mu’min)
“ Faqdu asy syai laa yu’thihi “ orang yang
tidak memiliki tidak akan dapat memberi.
·
Memiliki kunci.
Ada ungkapan “ Siapa yang tidak memiliki kunci
dia tidak akan bisa masuk”
·
Faktor kematangan jiwa, pengalaman dan kemampuan analisa terhadap
suatu masalah.
·
Memiliki sympati dan empati, sehingga seorang Amir, Dai atau Murabi
selalu hidup di hati umat.
·
Berlaku bagai seorang Dokter. Mampu mendianoksa masalah dan memberi terapi tepat.
·
Memahami bahasa hati (tanggap dan memiliki kepekaan social) ada
ungkapan “ Bahasa lisan sampai ketelinga bahasa hati menggugah jiwa”
V. SEBAB-SEBAB
KEGAGALAN SEORANG AMIR. DAI ATAU MURABI.
1. Terlalu menekankan Kewibawaan.
- Pressur power dan miss
used authority ( tekanan dan penyalah gunaan kekuasaan )
- Selalu
mengiklankan diri sebagai Amir, Dai atau Murabi. mestinya tunjukkan diri dengan
sympatic, penuh pengertiaan, kejujuran dan kemampuan.Bukan hanya menebar
pernyataan tetapi menjadi kenyataan.
2. Mementingkan
diri sendiri.
- Banyak
menuntut hormat tetapi tidak banyak berbuat memberi pelayanan terhadap umat.
- Mengorbankan Umat demi keberhasilan dan
kebesaran namanya.
3. Tidak
dapat dipercaya janjinya.
- Mudah
janji tapi tidak ditepati.
- Sering lupa pada status diri sebagai seorang
pemimpin umat.
4. Lemah
dalam pengendalian diri (self control)
- Mudah
marah sulit redanya.
-
Emosional tidak rasional.
-
Egoist dan mau menang sendiri.
- Menganggap
kritik sebagai ancaman.
5. Takut mendapat saingan.
- Cemas
terhadap kemajuan dan berkembangnya potensi staf / umat yang dipimpin
-
Bakhil dan menyembunyikan keahlian / ilmu.
6. Kurang memiliki daya imajinasi.
-
Stagnasi dari inovasi.
- Kurang
inisiatif dan keatif.
-
Gampang panic dan bingung menghadapi permasalahan.
7. Minder dan kurang percaya diri.
- Sering mengeluh dan menonjolkan kelemahan dan
kekurangan diri.
- Pesimis
dan kurang optimis.
- Tertutup sehingga menghambat komunikasi dan
interaksi positif.
VI. KEKUATAN RUHIYAH (SPIRITUAL) BAGI SEORANG
AMIR.
Kekuatan pribadi seorang Amir, Mujahid atau
Murabi terletak pada;
kekuatan ruhiyah (spiritual)
tidak semata-mata mengandalkan kekuatan Ilmu (knowledge), material
force (kekuatan harta atau physical force (kekuatan
pisik)
Wallahu ‘alam bishshawab.
Cileungsi awal Dzul Qo’dah 1431 H/ Madya Oktober 2010 M